9/18/12

Magic... Uh?

Alexa duduk bersama Tanner, sang kakak, dan teman-temannya di Hogwarts Express. “Hi, I’m Ryan. What’s your name?” tanya salah satu teman Tanner. “Kau menggoda adikku, Ryan?” Tanner mendekatkan Alexa ke arahnya dari ‘serangan’ Ryan. Semua teman Tanner, yang berjumlah 5 orang, termasuk Ryan, tertawa. Alexa, yang merupakan orang paling muda disitu hanya bisa terdiam.


Setelah beberapa jam duduk di kereta dengan menyisakan bungkus permen dan coklat di tempat duduk, Alexa sampai di Hogwarts. “Alexa, sebaiknya kau cari teman seangkatanmu. Kita akan naik kereta kuda menuju kastil. Dan tidak akan muat jika ditumpangi oleh enam orang. Maaf,” ujar Tanner setelah turun dari kereta. “Hm, no prob, Tanner. Bye,” balas Alexa sambil memeluk Tanner. Tanner kemudian menghampiri teman-temannya yang tadi duduk bersama Alexa.

Alexa berjalan mencari kereta kuda untuk dia tumpangi. “Hai!” seorang lelaki bertubuh sedang dan berambut agak pirang menepuk pundaknya. Alexa memekik pelan. “Ah, kau tidak perlu takut. Aku sama sepertimu, murid baru,” kata lelaki itu seakan bisa membaca pikirannya. “Namaku James, James Sirius Potter,” lanjutnya. “Oh, uhm---aku Alexa. Alexa Chance,” balas Alexa. “Nama yang bagus! Maukah kau menemaniku menumpangi kereta kuda ini?” tanya James sambil menunjuk sebuah kendaraan beroda tanpa ada yang menariknya.”Hei, ini tidak ada yang menariknya,” ujar Alexa sedikit takut. “Kau takut Alexa? Tenang, kau tidak perlu takut! Sebenarnya mereka ada, hanya saja hanya orang-orang tertentu yang bisa melihatnya,” jelas James sambil membantu Alexa naik. “Hah? Orang-orang tertentu? Maksudmu?” tanya Alexa yang kesulitan untuk duduk karena kereta itu basah. “Jadi, hanya orang-orang yang pernah melihat kematian secara langsung saja yang bisa melihat hewan itu,” kata James tersenyum. Alexa berho-oh sambil menanggukan kepalanya.

“Alexa Chance,” panggil wanita tua yang memegang sebuah topi yang dapat berbicara. Alexa duduk disebuah kursi, lalu wanita tua tersebut meletakkan topi itu diatas kepalanya. “Darah murni. Pintar. Rajin. Oh tidak---jenius! Memiliki sikap keingintahuan yang tinggi. Tidak takut akan kekalahan, selalu mengakui kesalahan, memiliki tingkat keberanian yang sangat tinggi. Gryffin---oh, RAVENCLAW!” anak-anak Ravenclaw bersorak. Alexa langsung berlari menuju meja Ravenclaw. James terlihat kurang setuju dengan keputusan topi seleksi untuk memasukkan Alexa ke Ravenclaw.

James melempar jubahnya ke kursi, kemudian melemparkan tubuhnya ke atas kasur. “Alexa? Ravenclaw? Bagaimana bisa? Dia jenius, darah murni, dan dia termasuk orang yang nekat menurutku,” James mendesah di kamar barunya di ruang Gryffindor. Dia memukul dirinya sendiri dengan bantalnya. Teman-teman barunya yang satu kamar dengannya tidak berani menyapa atau menenangkan James. Karena memang, malah itu James terlihat “garang” akibat Alexa dan dirinya tidak satu asrama.
***
3 years later....

Greyson sedang memakan nasi-jamur-keju-leleh bersama Alexa dan Tanner pagi itu. Suasana di rumah sangat sepi semenjak Scott pergi ke luar kota untuk tugas dari kementrian sihir, dan Lisa ikut menemaninya. "Kira-kira Dad pulangnya kapan ya?" Greyson memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya. "Tugas Dad sangat sulit, Grey. Susah memprediksikan kapan Dad puulang. Bersyukurlah masih ada kami disini," ujar Tanner lalu merangkul Greyson.

Krak...

Greyson menoleh ke arah ruang tamu. “Oreo?” Greyson berlari ke sumber suara. Dan benar saja, Oreo, burung hantu milik keluarga Greyson baru saja datang membawa sebuah surat. “SURAT DARI HOGWARTS!”, Greyson mengambil surat itu dari paruh Oreo. Alexa dan Tanner langsung berlari dari ruang makan lalu memeluk adik kecil mereka. Greyson membuka surat itu.

*************************************************************************************************





Hogwarts School of Witchcraft and Wizardy

Headmaster: Albus Dumbledore

Dear Mr.Chance


We are pleassed to inform you that you have been accepted at Hogwarts of Witchcraft and Wizardy. Please find enclosed a list of all the necessary books and equipment.


Term begins on September, 1. We await your owl by no later that July, 31.







Your sincerely,
Minerva McGonagall
*********************************************************************
“Ready?” tanya Tanner. “For what?” Alexa dan Greyson balik bertanya. “Beli perlengkapan lah! Dad sudah menitipkan uangnya kepadaku sebelum berangkat tugas,” ujar Tanner. “Oh iya! Hehehe,” Greyson tersenyum lebar. “Ayo, Alexa, kau masuk duluan,” kata Tanner sambil membukakan pintu di perapian. “Tunggu, aku akan memakai jubahku!” teriak Alexa yang sedang menaiki tangga menuju kamarnya. “Oh iya, aku lupa! Tunggu disini, Grey!” Greyson mengangguk.

“Oke, Alexa!” Tanner menyuruh Alexa memasuki pintu perapian pertama, diikuti Greyson. “Sekarang kita kemana?” tanya Greyson setelah keluar dari bangunan yang menjadi alternatif semua penyihir yang tinggal di dunia muggle. “Kita ke---Flourish and Blotts!” kata Alexa sambil melihat daftar barang-barang yang harus dibeli. “Tempat apa itu?” tanya Greyson sambil berjalan. “Itu tempat untuk membeli buku-buku. Transfigurasi, pertahanan terhadap ilmu hitam, herbiologi, mantra, seja---” “cukup Alexa!” Greyson menutup telinganya dan berjalan lebih cepat.

“Sudah lengkap! Tinggal beli tongkat! Ayo kita ke Ollivanders!” Tanner mengangguk lalu merangkul kedua adiknya. “Eh tunggu! Barang kita kemana?!” Greyson baru menyadari tidak ada barang-barang miliknya dan kedua kakaknya. Alexa mengeluarkan tas kecil dari saku jaketnya. “What?! Ba---bagaimana bisa?!” tanya Greyson tak percaya. “Itu pakai mantra tak terbatas. Jadi, kita bisa menyimpan barang sesukanya di dalam sini. Perlengkapan kita sudah lengkap disini, termasuk kualimu!” jelas Tanner. Greyson melotot tak percaya.

“Selamat datang di Ollivander!” sapa sang pemilik toko. “Ayo, Grey! Tidak usah takut,” bisik Alexa. “Tunggu! Grey? Greyson Chance?!” tanya pemilik toko yang mendengar bisikan Alexa. “Euh---uhm, iya. Itu saya,”  Greyson gemetar sambil mendekatkan dirinya ke pemilik toko. “Kau---kau! Ayo, mendekatlah, tidak perlu takut! Namaku Ollivander. Aku yang membuat tongkat seluruh penyihir di dunia,”Lelaki tua itu memperkenalkan dirinya. “Akhirnya, ada yang memakai tongkat itu!! Aku sudah mengira saat kau kesini tiga tahun lalu untuk mengantar kakak perempuanmu,” lanjutnya. Greyson tidak mengerti apa yang dikatakan Mr.Ollivander.

Mr.Ollivander memberikan tiga tongkat sihir yang berbeda dari tongkat sihir lain  yang ada di toko itu. “Coba letakkan tangan kananmu diatasnya. Satu per satu dan perlahan-lahan,” ujar Mr.Ollivander pelan. Greyson mengangguk dan meletakkan tangan kanannya tepat di tongkat yang pertama. “Tidak ada reaksi apa-apa,” kata Greyson pelan. “Oh, tentu saja! Tongkat memilih penyihir, bukan penyihir memilih tongkat!” Mr.Ollivander mengambil tongkat pertama. “12 ½ inchi, dengan inti dari naga. Kayu aspen, cukup lentur. Coba tongkat kedua,” kata Mr.Ollivander setelah meraba-raba tongkat pertama.

Greyson melakukan---seperti apa yang dia lakukan pada tongkat pertama---di atas tongkat kedua. Masih tidak bereaksi apa-apa. “11 ½ inchi, inti dari unicorn. Kayu hazel, keras. Ini bukan tongkatmu, Mr.Chance. Coba yang terakhir. Aku yakin tongkat ini milikmu. Karena kau adalah lelaki-yang-telah-ditakdirkan,” jelas Mr.Ollivander lagi. Greyson tidak mengerti apa maksudnya. Greyson meletakkan tangan kanan diatas tongkat terakhir. Tiba-tiba saja terdengar suara angin yang bertiup sangat kencang. Tongkatnya terangkat ke arah tangan Greyson yang sempat terangkat karena kaget. “Waw! Aku tidak pernah melihat efek sedahsyat inI! Mr.Chance, kau adalah orangnya! Ya!” Mr.Ollivander menggoyangkan bahu Greyson. Alexa dan Tanner yang melihat dari dekat pintu tercengang dan juga tidak mengerti apa yang dikatakan Mr.Ollivander. “13 inchi, inti dari bulu burung phoenix. Kayu hitam dan keras. Ini adalah tongkat terhebat, Mr.Chance!” Mr.Ollivander memberikan tongkat itu kepada Greyson setelah dia meraba-raba tongkat itu.

“Uhm, berapa ini, Mr.Ollivander?” tanya Alexa sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. “Oh, tidak perlu! Aku sudah berjanji saat aku membuat tongkat ini, jika ada orang yang berhasil memilikinya, aku akan memberikannya gratis,” ujar Mr.Ollivander. “Oh, oke! Thank you, Sir!” Tanner mengajak Greyson dan Alexa keluar. “Alexa, Tanner, apa maksudnya ini?” tanya Greyson sambil membolak-balikkan kotak transparan yang berisi tongkat sihir miliknya. Alexa dan Tanner menggelengkan kepalanya dengan muka kaget. Saking heran dengan tongkatnya, Greyson terus menatap kotak itu.

Bruk!

Greyson menabrak seseorang yang kelihatannya seangkatan dengannya. “Oh, I’m so sorry!” ujar Greyson. “Hm, it’s okay! No prob!” balas perempuan itu langsung berlari ke arah laki-laki tua yang sepertinya ayahnya. “Come on, Grey! Kita harus cepat sampai rumah!” Tanner berlari sambil membawa burung hantu peliharaan Greyson.
***
“Alexa, kau tau apa maksud Mr.Ollivander?” tanya Tanner sedikit  pelan di kamarnya. “Aku pernah membaca sebuah buku ramalan kelas dua,” ujar Alexa menutup pintu kamar kakaknya. “Disitu tertulis, ‘penyihir terjahat di dunia akan bisa dikalahkan dengan seorang anak laki-laki yang memang ditakdirkan. Dia memiliki salah satu dari tiga tongkat terhebat yang pernah dibuat oleh seorang pembuat tongkat sihir terkenal, Mr.Ollivander,’”  lanjutnya.

Tanner dengan cepat mengambil buku ramalan miliknya, “halaman berapa?!” “Hm, coba 121,” kata Alexa. Tanner membuka halaman yang disebutkan oleh Alexa dengan cepat. “AH IYA! BENAR!” teriak Tanner. “Shhh! Sebenarnya dari sebelum dia lahir, aku merasakan yang berbeda. Greyson lahir saat hari terakhir peperangan,” Alexa merebut buku itu dari Tanner. “Lihat! ‘anak laki-laki itu lahir pada saat hari terakhir perang penyihir yang sangat dahsyat. Dunia berubah saat anak laki-laki itu lahir. Kejahatan lama telah usai, dan kejahatan yang baru akan muncul detik itu juga.’” Alexa menatap wajah Tanner dengan wajah khawatir.
***
Grey, kau sudah siap? Jangan pakai jubahmu dulu! Nanti kalau kau hampir sampai di Hogwarts, barulah kau pakai,” Lisa mengambil jubah yang sudah Greyson masukkan ke sebagian tubuhnya. “Kenapa, Mom?” tanya Greyson. “Lebih aman jika kau pakai disana. Para muggle tidak biasa melihat seragam sekolah seperti ini. Dan memang ini dilakukan semua penyihir. Ayo cepat, Dad sudah menunggu dibawah! Jangan lupa bawa daging asap kejunya,” ujar Lisa sambil melipat jubah Greyson dan memasukkannya ke dalam koper.

“Oreo mana?” tanya Greyson pada Tanner “Dia sudah ada di mobil. Tenang saja,” jawab Tanner sambil berlari keluar rumah. Greyson mengangguk lalu memasukkan daging asap keju bikinan Lisa ke dalam tas kecilnya. “Greyson!!” Panggil Alexa dan Tanner. “Yaaa, tunggu!” Greyson berlari mengunci pintu rumahnya.

Greyson dan keluarganya telah tiba di stasiun King Cross tepat pukul 10.30 waktu London. “Come on, Oreo! Kita akan pergi sekolah!” Greyson memindahkan kandang Oreo ke troli yang telah disiapkan Tanner. “No, Dad! Biar aku saja yang memindahkan koper ini,” ujar Greyson. Scott membiarkan anaknya bekerja sendiri agar terbiasa.

Para muggle yang sedang berlalu-lalang di stasiun itu menatap Greyson dengan heran. “Grey, abaikan saja! Mereka tidak biasa melihat ini, mereka hanya muggle,” gumam Greyson dalam hati, seakan dirinya membaca pikiran orang itu. “Tanner!” Scott memanggil anak pertamanya. Tanner langsung menembus dinding peron 9 dan 10, diikuti Alexa dan Lisa.

Saat Greyson akan berlari menembus dinding itu, dia bertemu dengan seorang anak laki-laki bermata biru. “Hai!” sapa Greyson. “Oh, halo!” balasnya sambil tersenyum. “Namaku Greyson, Greyson Chance,” kata Greyson. Wanita berambut merah mengembang itu menatap Greyson kaget. “Namaku Albus Severus Potter. Panggil sama Al. Oh iya, ini kakakku James Sirius Potter, dan adikku Lily Luna Potter,” Al memperkenalkan saudara kandungnya kepada Greyson. “Ini ayahku, Harry Potter, dan ibuku Ginny Potter,” lanjutnya. Greyson tersenyum kepada keluarga Potter.

“Oh, bagaimana kalau kalian berbicara di dalam kereta? 15 menit lagi kereta berangkat,” ujar pria berkacamata yang bernama Harry Potter. Scott mengangguk dan membiarkan keluarga Potter terlebih dulu menembus dindingnya. “Albus, kau duluan saja bersama Greyson. Aku ingin berbicara dengan ayahnya,” ujar Harry. Albus mengangguk lalu mengajak Greyson menembus dinding itu bersama.

"Greyson, kemana ayahmu?" tanya Lisa. "Dia bersama Mr.Potter, Mom. Tenanglah, dia akan kesini. Oke, aku berangkat dulu. Sampai jumpa!" Greyson mengecup pipi ibunya lalu berlari ke arah Albus yang sedang berbincang dengan ibunya. "Albus, come on!" Greyson menepuk pundak Albus. "Oh, come on! Bye, Mom!" Albus berlari menyusul Greyson yang sudah berada di dalam kereta.

(to be continued)

No comments:

Post a Comment

Blogger maniacs will leave the comment for inspirating the writer.