9/29/12

First Lesson #1

“Albus!!” James berteriak dari gerbong sebelah sambil melambaikan tangannya.  “Oh, maaf James! Aku akan mencari yang lain bersama Greyson,” balas Albus langsung menarik tangan Greyson. James terlihat tidak senang, tapi Greyson berusaha tidak memedulikannya dan langsung menyusul Albus.





“Greyson, disini!” Albus menarik tangan Greyson. “Akhirnya kita dapat tempat duduk juga,” Albus menghempaskan tubuhnya ke kursi. “Waw, ini sungguh keren!” Greyson melihat sekelilingnya. Tidak terlalu luas, tapi sangat nyaman. “Rose! Akhirnya, darimana saja kau?” tanya Albus tiba-tiba. Greyson kaget dan langsung melihat ke arah pintu. “Hai, Albus! Maaf, tadi aku sibuk berdebat bersama James, kakakmu,” ujar Rose sambil duduk. “Oh, hai! Rasanya aku pernah melihatmu,” lanjut Rose ketika dirinya melihat Greyson. Greyson mengkerutkan keningnya. Dia berusaha mengingat gadis berambut pirang itu. “Ah iya! Kau yang waktu itu aku tabrak di Diagon Alley, bukan?” kata Greyson. “AH BENAR! Hai, namaku Rose, Rose Weasley,” Rose menjulurkan tangannya. “Aku Greyson, Greyson Chance,” balas Greyson sambil tersenyum.

***
“Greyson!” panggil Alexa saat Greyson baru saja turun dari kereta. “Alexa! Ada apa?” Greyson memeluk Alexa. “Kau tetap bersama teman-temanmu. Kelas 1 nanti akan berkumpul dulu biasanya,” jelas Alexa. “Grey, ayo!” Albus menepuk pundak Greyson dari belakang, diikuti suara langkah kaki Rose. “Hm, okay! Bye, Alexa!” Greyson sekali lagi memeluk kakak perempuannya itu.


Dari kejauhan, James memperhatikan Alexa. “Apa? Alexa kakak perempuan Greyson? Damn!” gumam James dalam hati ketika Greyson berpelukan dengan Alexa. “James? Ada apa?” tanya Lorcan Scamander, teman satu asrama James. “Oh, um, tidak apa-apa. Lysander kemana?” James akhirnya menemukan Lysander Scamander, saudara kembar Lorcan.

Greyson, disusul Rose dan Albus menaiki kereta kuda yang akan membawa mereka ke kastil Hogwarts. Saat diperjalanan, tiba-tiba saja kereta itu berhenti. Greyson dan Rose sangat panik. Sementara Albus terlihat santai saja. “Ada apa ini?!” bisik Rose. “Tenang lah, Rose!” Albus meletakkan jari telunjuknya di mulut Rose. “Tenang?! Kau pikir ini…Al, kita sudah tertinggal jauh dengan yang lain! Apa kau mau kita terlambat?” Greyson yang sangat sangat panik hanya terdiam. Dia belum mengerti apa-apa tentang sihir dan dunianya. “Rose, kau sama saja dengan ibumu! Selalu mengoceh dan sok tahu! Oke, kuakui kau pintar seperti ibumu. Tapi---” “Albus! Tak perlu panjang lebar! Sekarang, aku dan Greyson ketakutan! Apa yang harus kita perbuat? Sedangkan kita tertinggal dengan yang lain!” ujar Rose setengah berteriak. “Sekarang, kau tenang Rose. Sepertinya kita tidak tertinggal  terlalu jauh. Lihat, lampu dari  kereta kuda lain masih terlihat,” Greyson menenangkan Rose.

Tak…tak…

Terdengar suara langkah kaki cukup kencang. Raut wajah Greyson, Rose, dan Albus berubah tegang. “Sua-a-a-ra apa i-t-tu?” ujar Albus terbata-bata. “Hei, tunggu aku!” terdengar teriakan lembut dari seorang gadis. “Hei, tunggu!” gadis itu menaiki kereta kuda yang ditumpangi Greyson. “Maaf membuat kalian sedikit terlambat. Oh iya, namaku Avena Bradley. Panggil saja Vena!” katanya. “No prob, Vena! I’m Rose, Rose Weasley. Dia sepupuku, Albus Severus Potter dan temannya, Greyson Chance,” kereta kuda pun mulai berjalan. “Halo, senang bertemu kalian! Kalian murid kelas satu?” tanya Vena. “Yap. Jangan heran jika raut wajahku tadi tegang. Aku belum terbiasa dengan dunia sihir,” kata Greyson. “Hahaha, iya! Aku melihatnya dan itu sangat lucu! Apalagi Albus! Hahahaha. Tunggu, kau muggle-born?” tanya Vena lagi  sambil membuka bungkus lolipopnya. Greyson menggelengkan kepala, “tidak. Aku pure-blood. Hanya saja ayahku tidak mau mengenalkan dunia sihir kepada anak-anaknya agar tidak disalah gunakan. Huh, menyebalkan bukan?” “Itu ide yang bagus, Greyson! Aku setuju dengan ayahmu! For your information, I’m muggle-born,” ujar Vena tersenyum lebar.

“Kemana saja kalian?!” tanya lelaki tua bertampang seram sambil menggendong kucing kesayangannya. “Kami tadi terhenti di tengah jalan karena ada satu murid yang tertinggal. Ada masalah?” jawab Greyson. Lelaki tua itu hanya bisa terdiam, tapi wajahnya melukiskan kekesalannya. Greyson dan Vena kemudian berjalan melewati lelaki tua itu, diikuti Albus dan Rose yang menahan tawa.

Tak lama, mereka tiba di ruangan yang sangat besar! “Akhirnya kalian tiba! Albus Severus Potter, kemarilah,” wanita tua itu merangkul Albus dan menyuruhnya duduk di kursi kecil. “Darah campuran. Berani, pintar. Cukup nakal sesekali waktu. SLYTHERIN!!” teriak si Topi Seleksi. Sontak semua anak Slytherin bersorak gembira. “Sampai jumpa teman, semoga kita diasrama yang sama!” Albus melambaikan tangannya pada Greyson, Rose, dan Vena. “Greyson Chance!” wanita tua itu memanggil nama Greyson. Seketika ruangan menjadi penuh dengan bisikan dari murid-murid Hogwarts. Greyson berusaha fokus pada Topi Seleksi. “Darah murni. Berani, penyihir hebat. Tidak bisa ditaklukan oleh penyihir apapun. Slythe---” “Jangan Slytherin, jangan Slytherin..” bisik Greyson. “Not Slytherin? Yakin?” Greyson mengangguk pelan. “Hm, okay, GRYFFINDOR!!!” Greyson beranjak dari kursi kecil dan pergi menuju meja Gryffindor. “APA??! GREYSON GRYFFINDOR?! Celaka!” James memukul meja dengan telapak tangannya.

Suasana mulai hening ketika Rose dan Vena dipanggil. Rose dan Vena masuk asrama yang sama, yaitu Ravenclaw. Greyson sebenarnya cukup kecewa karena dia tidak satu asrama dengan Albus, Rose, dan Vena. Setelah acara makan malam selesai, Greyson memutuskan untuk bertemu Albus, Rose, dan Vena terlebih dahulu. “Dimana aku dapat menemukan mereka? Ah, itu!” Greyson berlari kecil ke arah ketiga temannya. “Hai kalian!” teriak Greyson. “Greyson! Darimana saja kau?” tanya Albus. “Maaf, aku harus menghabiskan makananku, aku sangat lapar!” jawab Greyson sambil tersenyum lebar. “Ah, kita semua
berbeda asrama!” Rose langsung memeluk Albus dan Greyson. “Padahal aku sangat berharap kita satu asrama!” lanjut Vena. “Tak usah khawatir, kita akan bersama saat pembelajaran! Setahuku, setiap tingkatan mempunyai jadwal yang sama walaupun asrama berbeda!” Greyson dan Vena bersorak bahagia. Mereka belum pernah mengenal sihir sebelumnya, apalagi Vena. Dia seorang muggle-born.

“Greyson!” panggil Tanner. “Disini kau rupanya. Cepatlah pergi ke asramamu, tidak ada satupun murid yang berada di luar ruang rekreasi asramanya mulai jam 10 malam. Aku akan mengantar kalian semua. Albus, aku Tanner, aku ketua asrama Slytherin yang biasa disebut prefek Slytherin. Kau ikut aku!” Albus, Greyson, Rose, Vena berjalan Tanner.
***
“Good morning, everybody!” sapa seorang wanita tua yang memegang Topi Seleksi kemarin malam. “Saya Professor McGonagall Minerva, kalian bisa memanggil saya Profesor Minerva,” lanjutnya. “Morning Professor Minerva,” sapa murid kelas satu. “Saya disini sebagai guru Transfigurasi sekaligus guru pembimbing dari Gryffindor,” semua murid Gryffindor bertepuk tangan, diikuti murid-murid dari asrama lain. “Hari ini tidak ada jadwal untuk murid kelas satu, tapi para prefek asrama masing-masing akan membawa adik-adiknya berkeliling Hogwarts. Pertama, dari asrama Slytherin, Tanner Chance dengan guru pembimbing Professor Slughorn. Tanner dan murid kelas satu Slytherin, silakan untuk meninggalkan ruangan,” Tanner mulai berjalan membawa kawan kecilnya keluar Great Hall, ruangan utama di Hogwarts. Albus melambaikan tangannya pada Greyson, Rose, Vena.

“Selanjutnya asrama Hufflepuff, Caralyn Falcon dengan guru pembimbing Professor Beecher silakan untuk meninggalkan ruangan,” Prefek Caralyn mengangguk lalu berjalan dengan anggun diikuti murid Hufflepuff lainnya. “Asrama Ravenclaw, prefek Felabeorbt Harlake dengan guru pembimbing Professor Argie, silakan untuk meninggalkan ruangan,” Greyson melambaikan tangan kepada Rose dan Vena dan member isyarat agar mereka bertemu pada jam makan siang.

“Dan terakhir, Gryffindor. Perkenalkan prefek kalian, James Sirius Potter,” Greyson terbelalak. “Itu kan…” tapi Greyson berusaha tidak mempedulikannya. Dia harus menuruti semua perintah James hari ini. “Baiklah semua, ikuti aku,” James mulai berjalan mengikuti Professor Minerva, diikuti oleh murid Gryffindor yang lain.

Pertama, mereka mengunjungi kelas-kelas yang akan mereka tempati, mulai dari kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Mantra, Ramalan, Transfigurasi, Herbiologi, dan lainnya. Mereka kemudian mengunjungi lapangan luas yang biasanya dipakai untuk pertandingan Quidditch, semacam football, tapi mereka menggunakan sapu terbang untuk bermainnya, dan ada tiga gawang di belakangnya yang akan dijaga oleh seorang keeper.
***
“Okay semuanya, terima kasih telah mengikuti kegiatan hari ini. Para prefek dari masing-masing asrama boleh kembali ke kelas,” ucap Professor Evzen, Kepala Sekolah Hogwarts. “Dan untuk murid kelas satu, kalian tetap disini. Duduk di meja untuk murid kelas satu. Hari ini duduk per tingkatan,” lanjutnya. “Semuanya, dimohon untuk mundur sedikit!” perintah Professor Slughorn. Kemudian, ProfessorEvzen, Professor Minerva, Professor Slughorn, Professor Beecher, dan Professor Argie menempati posisinya masing-masing dan mereka mengubah posisi meja makan, yang semula ada 4 baris untuk keempat asrama, menjadi 7 baris untuk seluruh murid tiap tingkatan.

“Waw, amazing!” bisik Vena kepada ketiga temannya. “Aku belum pernah mendengar kalau meja makan ini bisa diubah posisinya! It’s really amazing!” ujar Albus sambil menepuk pundak Greyson. Greyson masih terkejut dengan mulut terbuka. Sedangkan Rose, terlihat biasa saja. “Nah, sekarang kalian duduk di meja tengah dan paling depan. Kalian bebas duduk disebelah siapapun. Ingat, jangan berebut!” ucap Professor Evzen. Greyson dan  murid kelas satu lainnya menuruti perkataan professor Evzen. Dia memutuskan untuk duduk disebelah Vena serta berhadapan dengan Rose dan Albus.

“Bagaimana tadi? Pagi yang menyenangkan bukan?” ujar Rose sambil mengambil kue kering yang telah disediakan. Greyson menggelengkan kepalanya, sementara Albus mengangguk sambil melahap permen-macam-rasa. “Why?! Kau tidak lihat lapangan quidditch, Grey?! Atau..ruang Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam?! Itu sangat keren!” tanya Vena heboh. “Aku melihat itu semua, Vena. Hanya saja, aku merasa ada seseorang yang tidak suka  kepadaku dan akan menghancurkan salah satu dari kita,” ucap Greyson. “Sia—uhuk, uhuk,” Albus yang tersedak segera mengambil minum yang berada di depannya. “Siapa, Grey?” lanjut Rose sambil memukul punggung Albus untuk mengeluarkan permen yang membuat Albus tersedak. “I don’t know. I think, dia itu laki-laki, dan satu asrama denganku,” jawab Greyson. “Tidak baik menuduh orang sembarangan, Greyson. Sekarang, makan saja, sudah ada kakak kelas yang datang. Lagipula kau terlihat lelah,” Rose memberikan sepotong roti ceri pada Greyson.
***
Sudah enam bulan Greyson, Rose, Albus, Vena, dan murid  kelas satu lainnya berada di Hogwarts. Greyson merasa dari awal ada yang aneh dengan dirinya, dan lingkungannya. Tapi, rasa penasaran itu tidak dapat dipecahkan sampai hari ini. Dia tidak melihat tanda-tanda munculnya keanehan itu, dia hanya bisa merasakannya.

Pagi itu, Greyson telah rapi dan siap untuk sarapan. “Ladd, kau sudah siap?” tanya Greyson pada teman sekamarnya yang sedang bercermin. “Tunggu sebentar, rambutku ada yang berdiri---siap! Ayo, Greyson!” Ladd kemudian menarik tangan Greyson. “Ladd, pelan-pelan!” teriak Greyson. “Um, maaf. Aku hanya tidak sabar bertemu seseorang, Greyson,” kata Ladd yang berjalan lebih cepat dari Greyson. “Ladd, pelankan langkahmu! Tunggu, siapa orang itu?” Greyson mengkerutkan keningnya. “Kau pasti kenal, Greyson. Yang pasti dia tidak satu asrama dengan kita,” jawabnya dengan malu-malu. “Tunggu---Rose?!” Greyson berusaha menahan tawa. Ladd mengangguk malu, “tolong jangan bilang-bilang! Atau kenalkan aku dengannya!” Ladd memohon. Greyson menganggukan kepalanya, “okay, aku akan memperkenalkan kau pada Rose. Tapi, berhentilah menarik lengan bajuku. Dan cepat lah, kita bisa kehabisan makanan,” Ladd  berhenti menarik lengan baju  Greyson sambil tersenyum lebar.

Sesampainya di Great Hall, Greyson dan Ladd berlari ke arah meja Gryffindor dan mulai makan. “Nanti setelah pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam aku akan memperkenalkan kau dengan Rose,” ucap Greyson sambil melahap saladnya. “Greyson!” Alexa memukul pundak Greyson. “Alexa! Kau hampir membuatku tersedak,” James yang mendengar suara Alexa langsung menghentikan makannya dan memperhatikan Alexa. “Ada apa, Alexa?” lanjut Greyson. “Ini jadwal kau ke perpustakaan untuk belajar bersamaku. Ini perintah Mom. Kau bisa ajak temanmu. Sampai nanti,” Alexa mengecup kening Greyson.

“Hai, James!” sapa Alexa saat berjalan tepat di depan James. James membalasnya dengan tersenyum. Dia tidak bisa berkata apa-apa, para muggle biasa menyebut “salting” atau ”salah tingkah”. “Wuuww, James jatuh cinta,” ujar Lysander menyolek dagu sahabatnya. “James, sadarlah! Kau kenapa? Terpesona dengan Alexa?” Lorcan memasukkan air kedalam mulutnya lalu menyemburkan kea rah muka James. “Uh-um, hey! Apa-apaan kalian!” James segera mengambil tongkatnya, “accio serbet!” Lorcan dan Lysander tertawa terbahak-bahak.  Alexa yang menyadari hal itu pun ikut tertawa dari kejauhan. “Uh, sungguh tidak tahu malunya si kembar!” ujar James dalam hati.

“Kau jatuh cinta pada Alexa, James?” bisik Lorcan. “Menurutmu?” James segera melempar serbet ke arah Lysander. “Menurutku, lebih baik kau dekati Greyson! Dia adiknya bukan? Nah, kau bisa cari tahu informasi tentang Alexa darinya!” jelas Lorcan. “Greyson?! Um, tidak! Aku tidak menyukai anak itu,” James kembali melihat ke arah Alexa. Rupanya Alexa mendengar sedikit perkataannya dan langsung pergi menjauh tanpa tersenyum pada James. “Uh, sial! Alexa kelihatannya marah padaku. Mungkin aku mengatakannya terlalu keras,” James menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal itu. “Ah, tenang saja! Kau masih bisa dekati kakak laki-lakinya, Tanner. Kau dan Tanner adalah prefek. Dan biasanya pada saat acara-acara penting, prefek selalu dikumpulkan dan selalu bekerja sama,” jelas Lysander. “Hm, mungkin itu ide yang cukup baik. Tapi aku harus bagaimana? Aku telah berkata bahwa aku tidak suka pada adiknya, dan Alexa mendengarnya. Kemudian dia pergi begitu saja tanpa memberikan ekspresi yang jelas,” James lagi-lagi menggaruk kepalanya. “Soal itu, serahkan pada kami!” Lysander dan Lorcan menyilangkan lengan mereka satu sama lain sambil tersenyum lebar.

Disaat yang sama, Alexa berjalan cukup kencang dan akhirnya menabrak kakaknya sendiri, Tanner. “Ada apa, Alexa? Wajahmu tidak terlihat seperti biasanya,” Tanner memegang pundak adik perempuannya. “James. Tadi aku mendengar pembicaraan James, Lysander, dan Lorcan secara tidak sengaja. James berkata bahwa dia tidak menyukai Greyson, dia membenci Greyson, Tanner!” air mata Alexa mulai turun. “Aku tahu kau sangat sayang pada Greyson, Alexa. Tapi bukankah tidak menyukai bukan berarti dia membencinya kan? Kau yang pernah mengatakannya padaku,” ujar Tanner sambil tersenyum. “Aku tahu sebentar lagi keadaan akan berubah, Alexa. Okay, aku pergi dulu. Aku harus latihan quidditch,” Tanner mengusap air mata Alexa dengan kedua jari telunjuknya. “Hm, okay, thanks, Tanner. Dan hati-hati untuk latihanmu. Bye,” Alexa kemudian pergi menuju teman-temannya di meja Ravenclaw.
***
“Good morning, class,” sapa seorang guru berwajah datar. “Kalian pasti sudah tahu nama saya, jadi saya tidak perlu memperkenalkan diri saya sendiri. Tapi kalianlah yang akan maju ke depan dan memperkenalkan diri kalian sendiri. Nama lengkap, nama panggilan. Setelah itu kalian yang tidak berdiri, kalian harus melambaikan tangan kalian ke kiri dan ke kanan lalu ucapkan ‘halo, senang berkenalan denganmu’. Setelah itu sebutkan asrama kalian, dan penyihir berdarah apa. Pure-blood, half-blood, atau muggle-born,” jelas Professor Argie. “Dia sungguh cerewet!” bisik Greyson pada Albus. “Sebenarnya saya tidak suka ada orang yang berbicara saat ada orang yang berbicara ataupun saat  pelajaran. Terkecuali jika murid itu mau bertanya, silakan acungkan tangan kalian. Jangan berbicara apa-apa sebelum saya tunjuk. Setelah saya tunjuk, baru sebutkan nama dan asrama kalian. Mengerti?” Professor Argie menatap Albus dan Greyson dengan tajam. Semua raut wajah murid yang berada di kelas itu berubah menjadi tegang.

“Hm, sekarang saya akan panggil---Avena Bradley. Silakan maju ke depan,” Professor Argie melepas kacamata yang berwarna biru itu dan langsung memasukkannya pada jasnya yang berwarna biru cerah. “Hello, my name is Avena Bradley. Panggil saja Vena,” kata Vena  tersenyum manis. Semua murid yang duduk rapi mengangkat tangan kanannya lalu melambaikan ke kiri dan ke kanan, “hello, Vena. Sedang berkenalan denganmu,” “Saya berasal dari asrama Ravenclaw, yang pada awalnya Topi Seleksi menganjurkan saya ke asrama Huffelpuff. Orang tua saya bukanlah seorang penyihir, jadi saya muggle-born. Terima kasih semuanya,” Vena kembali ke tempatnya di sebelah Rose. “Uh, muggle-born. Tapi kelihatannya kau berbeda. Okay, selanjutnya Ladd. Silakan kau ke depan,” Ladd mulai melangkah ke depan dengan muka tertunduk. Dia tidak akan berani melihat ke depan karena Rose dan Vena duduk di meja paling depan.

“Nama saya Ladd,” suasana kelas pun hening. Entah apa yang harus Ladd katakana lagi, dia memang tidak punya nama lengkap. “Hello, Ladd. Senang berkenalan denganmu,” suara Professor Argie yang terdengar lebih keras membuat Ladd semakin takut untuk berbicara. “Tenanglah, Ladd,” bisik Rose yang sedang berada tepat  di depannya. Ladd kaget dan mulai mengangkat kepalanya. “Saya berasal dari asrama Gryffindor. Ayah saya adalah seorang muggle, sedangkan ibu saya seorang penyihir. Jadi  saya half-blood, berdarah campuran,” ucap Ladd lebih berani. “Terima kasih, Ladd. Selanjutnya, Albus,” Albus berjalan ke arah Professor Argie. “Halo, semuanya! Nama saya Albus Severus Potter, panggil saja Albus!” katanya sambil tersenyum lebar. “Hello, Albus. Senang berkenalan denganmu,” ketika Albus membuka mulutnya untuk melanjutkan, matanya tiba-tiba tertuju pada Vena. “Vena. Kenapa aku baru sadar kalau dia sangat cantik?” tanyanya dalam hati. “Ehm, Albus. Silakan lanjutkan,” Albus tersadar dari lamunannya. “Uhm, maaf Professor. Saya berasal dari asrama Slytherin. Saya half-blood, karena gen Dad lebih kuat dari gen Mom yang pureblood,” jelas Albus. “Uhm, mungkin alasannya cukup masuk akal. Okay, silakan duduk. Selanjutnya, Basillia,” Professor Argie menyuruh laki-laki berambut hitam pekat itu untuk maju ke depan.

“Okay, sekarang kau Gregory,” Gregory berjalan dengan sombong. “Halo semua! Perkenalkan, nama saya Gregory Alson. Saya biasa dipanggil Gregory,” katanya dengan suara lantang. “Hello, Gregory. Senang berkenalan denganmu,” “Uhm, okay. Saya berasal dari asrama Slytherin, karena semua keluarga saya adalah asrama Slytherin,” “Uh, sombong sekali!” bisik Greyson pada Albus. Gregory melirikan matanya ke arah Greyson tanpa berkata apa-apa. Greyson tidak mempedulikannya. “Keluarga penyihir Alson sudah sangat terkenal, tentunya kalian tahu saya keturunan darah apa? Ya, pureblood,” lanjut Gregory. “Terima kasih, Gregory. Tapi di kelasku bukan tempatnya untuk kau menyombongkan diri sendiri atau pun keluargamu. Yang terakhir, Greyson. Silakan kau maju ke depan,” Professor Argie membalikkan badannya dan mulai menuliskan sesuatu di kertasnya. “Menulis apa dia?” tanya Greyson dalam hati. “Hello, my name’s Greyson Michael Chance. You can called me Greyson,” katanya. “Hello, Greyson. Senang berkenalan denganmu,” suara perempuan terdengar lebih keras dan bersemangat dibanding sebelumnya. “Saya berasal dari asrama Gryffindor. Saya keturunan darah murni, pureblood. Terima kasih,” Greyson mengakhiri ucapannya dengan menatap ke arah Gregory. “Uh, kesal!” gumamnya dalam hati.

“Baiklah, hari ini dicukupkan sekian. Hari ini saya tidak akan memberikan materi karena kalian harus mengenal apa fungsi dari pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang sudah saya jelaskan tadi. Silakan untuk meninggalkan kelas,” Professor Argie membereskan sisa buku yang tadi dibagikan kepada murid kelas satu. Greyson dan Albus berjalan keluar ruangan paling pertama. “Eits, kalian minggir! Kalian tidak tahu bahwa keluarga Alson terhormat? Minggir!”  ujar salah satu teman Gregory, Arnatt Isidore. “Hei, mungkin memang kau terlahir dari keluarga yang terhormat. Tapi bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya, Mr.Alson!” Greyson mendorong Gregory keluar kelas. Para gadis yang berada di belakang Greyson dan Gregory langsung berlari sambil berteriak. Gregory menarik lengan baju Greyson dan mendorongnya ke arah tangga. “Greyson!!” teriak Rose saat Greyson terjatuh ditangga. “Hahaha, kau belum tahu siapa aku, Mr.Chance. Lain kali, hati-hati. Bye, Rose,” Gregory memegang lembut dagu Rose. “Diam kau!!” Rose melempar genggaman Gregory dengan kasar. Gregory dan teman-temannya pergi sambil tertawa. “Kau yakin kau mencintai Gregory?” bisik Vena saat Rose terisak.


(to be continued)

No comments:

Post a Comment

Blogger maniacs will leave the comment for inspirating the writer.