“Greyson, disini!” Albus menarik tangan Greyson. “Akhirnya kita dapat tempat
duduk juga,” Albus menghempaskan tubuhnya ke kursi. “Waw, ini sungguh keren!”
Greyson melihat sekelilingnya. Tidak terlalu luas, tapi sangat nyaman. “Rose!
Akhirnya, darimana saja kau?” tanya Albus tiba-tiba. Greyson kaget dan langsung
melihat ke arah pintu. “Hai, Albus! Maaf, tadi aku sibuk berdebat bersama
James, kakakmu,” ujar Rose sambil duduk. “Oh, hai! Rasanya aku pernah melihatmu,”
lanjut Rose ketika dirinya melihat Greyson. Greyson mengkerutkan keningnya. Dia
berusaha mengingat gadis berambut pirang itu. “Ah iya! Kau yang waktu itu aku
tabrak di Diagon Alley, bukan?” kata Greyson. “AH BENAR! Hai, namaku Rose, Rose
Weasley,” Rose menjulurkan tangannya. “Aku Greyson, Greyson Chance,” balas
Greyson sambil tersenyum.
***
“Greyson!” panggil
Alexa saat Greyson baru saja turun dari kereta. “Alexa! Ada apa?” Greyson
memeluk Alexa. “Kau tetap bersama teman-temanmu. Kelas 1 nanti akan berkumpul
dulu biasanya,” jelas Alexa. “Grey, ayo!” Albus menepuk pundak Greyson dari
belakang, diikuti suara langkah kaki Rose. “Hm, okay! Bye, Alexa!” Greyson
sekali lagi memeluk kakak perempuannya itu.
Dari kejauhan, James memperhatikan Alexa. “Apa? Alexa kakak perempuan Greyson? Damn!” gumam James dalam hati ketika Greyson berpelukan dengan Alexa. “James? Ada apa?” tanya Lorcan Scamander, teman satu asrama James. “Oh, um, tidak apa-apa. Lysander kemana?” James akhirnya menemukan Lysander Scamander, saudara kembar Lorcan.
Greyson, disusul Rose dan Albus menaiki kereta
kuda yang akan membawa mereka ke kastil Hogwarts. Saat diperjalanan, tiba-tiba
saja kereta itu berhenti. Greyson dan Rose sangat panik. Sementara Albus
terlihat santai saja. “Ada apa ini?!” bisik Rose. “Tenang lah, Rose!” Albus
meletakkan jari telunjuknya di mulut Rose. “Tenang?! Kau pikir ini…Al, kita
sudah tertinggal jauh dengan yang lain! Apa kau mau kita terlambat?” Greyson
yang sangat sangat panik hanya terdiam. Dia belum mengerti apa-apa tentang
sihir dan dunianya. “Rose, kau sama saja dengan ibumu! Selalu mengoceh dan sok
tahu! Oke, kuakui kau pintar seperti ibumu. Tapi---” “Albus! Tak perlu panjang
lebar! Sekarang, aku dan Greyson ketakutan! Apa yang harus kita perbuat?
Sedangkan kita tertinggal dengan yang lain!” ujar Rose setengah berteriak.
“Sekarang, kau tenang Rose. Sepertinya kita tidak tertinggal terlalu jauh. Lihat, lampu dari kereta kuda lain masih terlihat,” Greyson
menenangkan Rose.
Tak…tak…
Terdengar suara langkah kaki cukup kencang.
Raut wajah Greyson, Rose, dan Albus berubah tegang. “Sua-a-a-ra apa i-t-tu?”
ujar Albus terbata-bata. “Hei, tunggu aku!” terdengar teriakan lembut dari
seorang gadis. “Hei, tunggu!” gadis itu menaiki kereta kuda yang ditumpangi
Greyson. “Maaf membuat kalian sedikit terlambat. Oh iya, namaku Avena Bradley.
Panggil saja Vena!” katanya. “No prob, Vena! I’m Rose, Rose Weasley. Dia
sepupuku, Albus Severus Potter dan temannya, Greyson Chance,” kereta kuda pun
mulai berjalan. “Halo, senang bertemu kalian! Kalian murid kelas satu?” tanya
Vena. “Yap. Jangan heran jika raut wajahku tadi tegang. Aku belum terbiasa
dengan dunia sihir,” kata Greyson. “Hahaha, iya! Aku melihatnya dan itu sangat
lucu! Apalagi Albus! Hahahaha. Tunggu, kau muggle-born?” tanya Vena lagi sambil membuka bungkus lolipopnya. Greyson
menggelengkan kepala, “tidak. Aku pure-blood. Hanya saja ayahku tidak mau
mengenalkan dunia sihir kepada anak-anaknya agar tidak disalah gunakan. Huh,
menyebalkan bukan?” “Itu ide yang bagus, Greyson! Aku setuju dengan ayahmu! For
your information, I’m muggle-born,” ujar Vena tersenyum lebar.
“Kemana saja kalian?!” tanya lelaki tua
bertampang seram sambil menggendong kucing kesayangannya. “Kami tadi terhenti
di tengah jalan karena ada satu murid yang tertinggal. Ada masalah?” jawab
Greyson. Lelaki tua itu hanya bisa terdiam, tapi wajahnya melukiskan
kekesalannya. Greyson dan Vena kemudian berjalan melewati lelaki tua itu,
diikuti Albus dan Rose yang menahan tawa.
Tak lama, mereka tiba di ruangan yang sangat
besar! “Akhirnya kalian tiba! Albus Severus Potter, kemarilah,” wanita tua itu
merangkul Albus dan menyuruhnya duduk di kursi kecil. “Darah campuran. Berani, pintar. Cukup nakal sesekali waktu. SLYTHERIN!!”
teriak si Topi Seleksi. Sontak semua anak Slytherin bersorak gembira. “Sampai
jumpa teman, semoga kita diasrama yang sama!” Albus melambaikan tangannya pada
Greyson, Rose, dan Vena. “Greyson Chance!” wanita tua itu memanggil nama
Greyson. Seketika ruangan menjadi penuh dengan bisikan dari murid-murid
Hogwarts. Greyson berusaha fokus pada Topi Seleksi. “Darah murni. Berani, penyihir hebat. Tidak bisa ditaklukan oleh
penyihir apapun. Slythe---” “Jangan Slytherin, jangan Slytherin..” bisik
Greyson. “Not Slytherin? Yakin?”
Greyson mengangguk pelan. “Hm, okay,
GRYFFINDOR!!!” Greyson beranjak dari kursi kecil dan pergi menuju meja
Gryffindor. “APA??! GREYSON GRYFFINDOR?!
Celaka!” James memukul meja dengan telapak tangannya.
Suasana mulai hening ketika Rose dan Vena
dipanggil. Rose dan Vena masuk asrama yang sama, yaitu Ravenclaw. Greyson
sebenarnya cukup kecewa karena dia tidak satu asrama dengan Albus, Rose, dan
Vena. Setelah acara makan malam selesai, Greyson memutuskan untuk bertemu
Albus, Rose, dan Vena terlebih dahulu. “Dimana
aku dapat menemukan mereka? Ah, itu!” Greyson berlari kecil ke arah ketiga
temannya. “Hai kalian!” teriak Greyson. “Greyson! Darimana saja kau?” tanya
Albus. “Maaf, aku harus menghabiskan makananku, aku sangat lapar!” jawab
Greyson sambil tersenyum lebar. “Ah, kita semua
berbeda asrama!” Rose langsung memeluk Albus dan Greyson. “Padahal aku sangat berharap kita satu asrama!” lanjut Vena. “Tak usah khawatir, kita akan bersama saat pembelajaran! Setahuku, setiap tingkatan mempunyai jadwal yang sama walaupun asrama berbeda!” Greyson dan Vena bersorak bahagia. Mereka belum pernah mengenal sihir sebelumnya, apalagi Vena. Dia seorang muggle-born.
berbeda asrama!” Rose langsung memeluk Albus dan Greyson. “Padahal aku sangat berharap kita satu asrama!” lanjut Vena. “Tak usah khawatir, kita akan bersama saat pembelajaran! Setahuku, setiap tingkatan mempunyai jadwal yang sama walaupun asrama berbeda!” Greyson dan Vena bersorak bahagia. Mereka belum pernah mengenal sihir sebelumnya, apalagi Vena. Dia seorang muggle-born.
“Greyson!” panggil Tanner. “Disini kau rupanya.
Cepatlah pergi ke asramamu, tidak ada satupun murid yang berada di luar ruang
rekreasi asramanya mulai jam 10 malam. Aku akan mengantar kalian semua. Albus,
aku Tanner, aku ketua asrama Slytherin yang biasa disebut prefek Slytherin. Kau
ikut aku!” Albus, Greyson, Rose, Vena berjalan Tanner.
***
“Good morning, everybody!” sapa seorang wanita
tua yang memegang Topi Seleksi kemarin malam. “Saya Professor McGonagall
Minerva, kalian bisa memanggil saya Profesor Minerva,” lanjutnya. “Morning Professor
Minerva,” sapa murid kelas satu. “Saya disini sebagai guru Transfigurasi
sekaligus guru pembimbing dari Gryffindor,” semua murid Gryffindor bertepuk
tangan, diikuti murid-murid dari asrama lain. “Hari ini tidak ada jadwal untuk
murid kelas satu, tapi para prefek asrama masing-masing akan membawa adik-adiknya
berkeliling Hogwarts. Pertama, dari asrama Slytherin, Tanner Chance dengan guru
pembimbing Professor Slughorn. Tanner dan murid kelas satu Slytherin, silakan
untuk meninggalkan ruangan,” Tanner mulai berjalan membawa kawan kecilnya
keluar Great Hall, ruangan utama di Hogwarts. Albus melambaikan tangannya pada
Greyson, Rose, Vena.
“Selanjutnya asrama Hufflepuff, Caralyn Falcon
dengan guru pembimbing Professor Beecher silakan untuk meninggalkan ruangan,”
Prefek Caralyn mengangguk lalu berjalan dengan anggun diikuti murid Hufflepuff
lainnya. “Asrama Ravenclaw, prefek Felabeorbt Harlake dengan guru pembimbing
Professor Argie, silakan untuk meninggalkan ruangan,” Greyson melambaikan
tangan kepada Rose dan Vena dan member isyarat agar mereka bertemu pada jam
makan siang.
“Dan terakhir, Gryffindor. Perkenalkan prefek
kalian, James Sirius Potter,” Greyson terbelalak. “Itu kan…” tapi Greyson berusaha tidak mempedulikannya. Dia harus
menuruti semua perintah James hari ini. “Baiklah semua, ikuti aku,” James mulai
berjalan mengikuti Professor Minerva, diikuti oleh murid Gryffindor yang lain.
Pertama, mereka mengunjungi kelas-kelas yang
akan mereka tempati, mulai dari kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Mantra,
Ramalan, Transfigurasi, Herbiologi, dan lainnya. Mereka kemudian mengunjungi
lapangan luas yang biasanya dipakai untuk pertandingan Quidditch, semacam
football, tapi mereka menggunakan sapu terbang untuk bermainnya, dan ada tiga
gawang di belakangnya yang akan dijaga oleh seorang keeper.
***
“Okay semuanya, terima kasih telah mengikuti
kegiatan hari ini. Para prefek dari masing-masing asrama boleh kembali ke
kelas,” ucap Professor Evzen, Kepala Sekolah Hogwarts. “Dan untuk murid kelas
satu, kalian tetap disini. Duduk di meja untuk murid kelas satu. Hari ini duduk
per tingkatan,” lanjutnya. “Semuanya, dimohon untuk mundur sedikit!” perintah
Professor Slughorn. Kemudian, ProfessorEvzen, Professor Minerva, Professor
Slughorn, Professor Beecher, dan Professor Argie menempati posisinya
masing-masing dan mereka mengubah posisi meja makan, yang semula ada 4 baris
untuk keempat asrama, menjadi 7 baris untuk seluruh murid tiap tingkatan.
“Waw, amazing!” bisik Vena kepada ketiga
temannya. “Aku belum pernah mendengar kalau meja makan ini bisa diubah
posisinya! It’s really amazing!” ujar Albus sambil menepuk pundak Greyson.
Greyson masih terkejut dengan mulut terbuka. Sedangkan Rose, terlihat biasa
saja. “Nah, sekarang kalian duduk di meja tengah dan paling depan. Kalian bebas
duduk disebelah siapapun. Ingat, jangan berebut!” ucap Professor Evzen. Greyson
dan murid kelas satu lainnya menuruti
perkataan professor Evzen. Dia memutuskan untuk duduk disebelah Vena serta
berhadapan dengan Rose dan Albus.
“Bagaimana tadi? Pagi yang menyenangkan bukan?”
ujar Rose sambil mengambil kue kering yang telah disediakan. Greyson
menggelengkan kepalanya, sementara Albus mengangguk sambil melahap
permen-macam-rasa. “Why?! Kau tidak lihat lapangan quidditch, Grey?!
Atau..ruang Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam?! Itu sangat keren!” tanya Vena
heboh. “Aku melihat itu semua, Vena. Hanya saja, aku merasa ada seseorang yang
tidak suka kepadaku dan akan
menghancurkan salah satu dari kita,” ucap Greyson. “Sia—uhuk, uhuk,” Albus yang
tersedak segera mengambil minum yang berada di depannya. “Siapa, Grey?” lanjut
Rose sambil memukul punggung Albus untuk mengeluarkan permen yang membuat Albus
tersedak. “I don’t know. I think, dia itu laki-laki, dan satu asrama denganku,”
jawab Greyson. “Tidak baik menuduh orang sembarangan, Greyson. Sekarang, makan
saja, sudah ada kakak kelas yang datang. Lagipula kau terlihat lelah,” Rose
memberikan sepotong roti ceri pada Greyson.
***
Sudah enam bulan Greyson, Rose, Albus, Vena,
dan murid kelas satu lainnya berada di
Hogwarts. Greyson merasa dari awal ada yang aneh dengan dirinya, dan
lingkungannya. Tapi, rasa penasaran itu tidak dapat dipecahkan sampai hari ini.
Dia tidak melihat tanda-tanda munculnya keanehan itu, dia hanya bisa
merasakannya.
Pagi itu, Greyson telah rapi dan siap untuk
sarapan. “Ladd, kau sudah siap?” tanya Greyson pada teman sekamarnya yang
sedang bercermin. “Tunggu sebentar, rambutku ada yang berdiri---siap! Ayo,
Greyson!” Ladd kemudian menarik tangan Greyson. “Ladd, pelan-pelan!” teriak
Greyson. “Um, maaf. Aku hanya tidak sabar bertemu seseorang, Greyson,” kata
Ladd yang berjalan lebih cepat dari Greyson. “Ladd, pelankan langkahmu! Tunggu,
siapa orang itu?” Greyson mengkerutkan keningnya. “Kau pasti kenal, Greyson.
Yang pasti dia tidak satu asrama dengan kita,” jawabnya dengan malu-malu.
“Tunggu---Rose?!” Greyson berusaha menahan tawa. Ladd mengangguk malu, “tolong
jangan bilang-bilang! Atau kenalkan aku dengannya!” Ladd memohon. Greyson
menganggukan kepalanya, “okay, aku akan memperkenalkan kau pada Rose. Tapi,
berhentilah menarik lengan bajuku. Dan cepat lah, kita bisa kehabisan makanan,”
Ladd berhenti menarik lengan baju Greyson sambil tersenyum lebar.
Sesampainya di Great Hall, Greyson dan Ladd
berlari ke arah meja Gryffindor dan mulai makan. “Nanti setelah pelajaran Pertahanan
Terhadap Ilmu Hitam aku akan memperkenalkan kau dengan Rose,” ucap Greyson
sambil melahap saladnya. “Greyson!” Alexa memukul pundak Greyson. “Alexa! Kau
hampir membuatku tersedak,” James yang mendengar suara Alexa langsung
menghentikan makannya dan memperhatikan Alexa. “Ada apa, Alexa?” lanjut
Greyson. “Ini jadwal kau ke perpustakaan untuk belajar bersamaku. Ini perintah
Mom. Kau bisa ajak temanmu. Sampai nanti,” Alexa mengecup kening Greyson.
“Hai, James!” sapa Alexa saat berjalan tepat di
depan James. James membalasnya dengan tersenyum. Dia tidak bisa berkata
apa-apa, para muggle biasa menyebut “salting” atau ”salah tingkah”. “Wuuww,
James jatuh cinta,” ujar Lysander menyolek dagu sahabatnya. “James, sadarlah!
Kau kenapa? Terpesona dengan Alexa?” Lorcan memasukkan air kedalam mulutnya
lalu menyemburkan kea rah muka James. “Uh-um, hey! Apa-apaan kalian!” James
segera mengambil tongkatnya, “accio
serbet!” Lorcan dan Lysander tertawa terbahak-bahak. Alexa yang menyadari hal itu pun ikut tertawa
dari kejauhan. “Uh, sungguh tidak tahu
malunya si kembar!” ujar James dalam hati.
“Kau jatuh cinta pada Alexa, James?” bisik
Lorcan. “Menurutmu?” James segera melempar serbet ke arah Lysander. “Menurutku,
lebih baik kau dekati Greyson! Dia adiknya bukan? Nah, kau bisa cari tahu
informasi tentang Alexa darinya!” jelas Lorcan. “Greyson?! Um, tidak! Aku tidak
menyukai anak itu,” James kembali melihat ke arah Alexa. Rupanya Alexa
mendengar sedikit perkataannya dan langsung pergi menjauh tanpa tersenyum pada
James. “Uh, sial! Alexa kelihatannya marah padaku. Mungkin aku mengatakannya
terlalu keras,” James menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal itu. “Ah,
tenang saja! Kau masih bisa dekati kakak laki-lakinya, Tanner. Kau dan Tanner
adalah prefek. Dan biasanya pada saat acara-acara penting, prefek selalu
dikumpulkan dan selalu bekerja sama,” jelas Lysander. “Hm, mungkin itu ide yang
cukup baik. Tapi aku harus bagaimana? Aku telah berkata bahwa aku tidak suka
pada adiknya, dan Alexa mendengarnya. Kemudian dia pergi begitu saja tanpa
memberikan ekspresi yang jelas,” James lagi-lagi menggaruk kepalanya. “Soal
itu, serahkan pada kami!” Lysander dan Lorcan menyilangkan lengan mereka satu
sama lain sambil tersenyum lebar.
Disaat yang sama, Alexa berjalan cukup kencang
dan akhirnya menabrak kakaknya sendiri, Tanner. “Ada apa, Alexa? Wajahmu tidak
terlihat seperti biasanya,” Tanner memegang pundak adik perempuannya. “James.
Tadi aku mendengar pembicaraan James, Lysander, dan Lorcan secara tidak
sengaja. James berkata bahwa dia tidak menyukai Greyson, dia membenci Greyson,
Tanner!” air mata Alexa mulai turun. “Aku tahu kau sangat sayang pada Greyson,
Alexa. Tapi bukankah tidak menyukai bukan berarti dia membencinya kan? Kau yang
pernah mengatakannya padaku,” ujar Tanner sambil tersenyum. “Aku tahu sebentar
lagi keadaan akan berubah, Alexa. Okay, aku pergi dulu. Aku harus latihan
quidditch,” Tanner mengusap air mata Alexa dengan kedua jari telunjuknya. “Hm,
okay, thanks, Tanner. Dan hati-hati untuk latihanmu. Bye,” Alexa kemudian pergi
menuju teman-temannya di meja Ravenclaw.
***
“Good morning, class,” sapa seorang guru
berwajah datar. “Kalian pasti sudah tahu nama saya, jadi saya tidak perlu
memperkenalkan diri saya sendiri. Tapi kalianlah yang akan maju ke depan dan
memperkenalkan diri kalian sendiri. Nama lengkap, nama panggilan. Setelah itu
kalian yang tidak berdiri, kalian harus melambaikan tangan kalian ke kiri dan
ke kanan lalu ucapkan ‘halo, senang berkenalan denganmu’. Setelah itu sebutkan
asrama kalian, dan penyihir berdarah apa. Pure-blood, half-blood, atau
muggle-born,” jelas Professor Argie. “Dia sungguh cerewet!” bisik Greyson pada
Albus. “Sebenarnya saya tidak suka ada orang yang berbicara saat ada orang yang
berbicara ataupun saat pelajaran.
Terkecuali jika murid itu mau bertanya, silakan acungkan tangan kalian. Jangan
berbicara apa-apa sebelum saya tunjuk. Setelah saya tunjuk, baru sebutkan nama
dan asrama kalian. Mengerti?” Professor Argie menatap Albus dan Greyson dengan
tajam. Semua raut wajah murid yang berada di kelas itu berubah menjadi tegang.
“Hm, sekarang saya akan panggil---Avena
Bradley. Silakan maju ke depan,” Professor Argie melepas kacamata yang berwarna
biru itu dan langsung memasukkannya pada jasnya yang berwarna biru cerah.
“Hello, my name is Avena Bradley. Panggil saja Vena,” kata Vena tersenyum manis. Semua murid yang duduk rapi
mengangkat tangan kanannya lalu melambaikan ke kiri dan ke kanan, “hello, Vena.
Sedang berkenalan denganmu,” “Saya berasal dari asrama Ravenclaw, yang pada
awalnya Topi Seleksi menganjurkan saya ke asrama Huffelpuff. Orang tua saya
bukanlah seorang penyihir, jadi saya muggle-born. Terima kasih semuanya,” Vena
kembali ke tempatnya di sebelah Rose. “Uh, muggle-born. Tapi kelihatannya kau
berbeda. Okay, selanjutnya Ladd. Silakan kau ke depan,” Ladd mulai melangkah ke
depan dengan muka tertunduk. Dia tidak akan berani melihat ke depan karena Rose
dan Vena duduk di meja paling depan.
“Nama saya Ladd,” suasana kelas pun hening.
Entah apa yang harus Ladd katakana lagi, dia memang tidak punya nama lengkap.
“Hello, Ladd. Senang berkenalan denganmu,” suara Professor Argie yang terdengar
lebih keras membuat Ladd semakin takut untuk berbicara. “Tenanglah, Ladd,”
bisik Rose yang sedang berada tepat di
depannya. Ladd kaget dan mulai mengangkat kepalanya. “Saya berasal dari asrama
Gryffindor. Ayah saya adalah seorang muggle, sedangkan ibu saya seorang
penyihir. Jadi saya half-blood, berdarah
campuran,” ucap Ladd lebih berani. “Terima kasih, Ladd. Selanjutnya, Albus,”
Albus berjalan ke arah Professor Argie. “Halo, semuanya! Nama saya Albus
Severus Potter, panggil saja Albus!” katanya sambil tersenyum lebar. “Hello,
Albus. Senang berkenalan denganmu,” ketika Albus membuka mulutnya untuk
melanjutkan, matanya tiba-tiba tertuju pada Vena. “Vena. Kenapa aku baru sadar kalau dia sangat cantik?” tanyanya
dalam hati. “Ehm, Albus. Silakan lanjutkan,” Albus tersadar dari lamunannya. “Uhm,
maaf Professor. Saya berasal dari asrama Slytherin. Saya half-blood, karena gen
Dad lebih kuat dari gen Mom yang pureblood,” jelas Albus. “Uhm, mungkin
alasannya cukup masuk akal. Okay, silakan duduk. Selanjutnya, Basillia,”
Professor Argie menyuruh laki-laki berambut hitam pekat itu untuk maju ke
depan.
“Okay, sekarang kau Gregory,” Gregory berjalan
dengan sombong. “Halo semua! Perkenalkan, nama saya Gregory Alson. Saya biasa
dipanggil Gregory,” katanya dengan suara lantang. “Hello, Gregory. Senang
berkenalan denganmu,” “Uhm, okay. Saya berasal dari asrama Slytherin, karena semua
keluarga saya adalah asrama Slytherin,” “Uh, sombong sekali!” bisik Greyson
pada Albus. Gregory melirikan matanya ke arah Greyson tanpa berkata apa-apa.
Greyson tidak mempedulikannya. “Keluarga penyihir Alson sudah sangat terkenal,
tentunya kalian tahu saya keturunan darah apa? Ya, pureblood,” lanjut Gregory.
“Terima kasih, Gregory. Tapi di kelasku bukan tempatnya untuk kau menyombongkan
diri sendiri atau pun keluargamu. Yang terakhir, Greyson. Silakan kau maju ke
depan,” Professor Argie membalikkan badannya dan mulai menuliskan sesuatu di
kertasnya. “Menulis apa dia?” tanya
Greyson dalam hati. “Hello, my name’s Greyson Michael Chance. You can called me
Greyson,” katanya. “Hello, Greyson. Senang berkenalan denganmu,” suara
perempuan terdengar lebih keras dan bersemangat dibanding sebelumnya. “Saya
berasal dari asrama Gryffindor. Saya keturunan darah murni, pureblood. Terima
kasih,” Greyson mengakhiri ucapannya dengan menatap ke arah Gregory. “Uh, kesal!” gumamnya dalam hati.
“Baiklah, hari ini dicukupkan sekian. Hari ini
saya tidak akan memberikan materi karena kalian harus mengenal apa fungsi dari
pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang sudah saya jelaskan tadi. Silakan
untuk meninggalkan kelas,” Professor Argie membereskan sisa buku yang tadi dibagikan
kepada murid kelas satu. Greyson dan Albus berjalan keluar ruangan paling
pertama. “Eits, kalian minggir! Kalian tidak tahu bahwa keluarga Alson
terhormat? Minggir!” ujar salah satu
teman Gregory, Arnatt Isidore. “Hei, mungkin memang kau terlahir dari keluarga
yang terhormat. Tapi bukan berarti kau bisa berbuat seenaknya, Mr.Alson!”
Greyson mendorong Gregory keluar kelas. Para gadis yang berada di belakang
Greyson dan Gregory langsung berlari sambil berteriak. Gregory menarik lengan
baju Greyson dan mendorongnya ke arah tangga. “Greyson!!” teriak Rose saat
Greyson terjatuh ditangga. “Hahaha, kau belum tahu siapa aku, Mr.Chance. Lain
kali, hati-hati. Bye, Rose,” Gregory memegang lembut dagu Rose. “Diam kau!!”
Rose melempar genggaman Gregory dengan kasar. Gregory dan teman-temannya pergi
sambil tertawa. “Kau yakin kau mencintai Gregory?” bisik Vena saat Rose
terisak.
(to be continued)
No comments:
Post a Comment
Blogger maniacs will leave the comment for inspirating the writer.